Rahajeng Win Martani: Dari Kota Batik ke Negeri Gajah

Ceriakah hari ini KAMPUSlovers? Kali ini, ada yang mau berbagi keceriaannya dari Thailand (lagi) nih. Penasaran siapa? Cekidot!

Sawasdhi Kha KAMPUS Lovers

Sapaan lembut TB corner kali ini dikirim lagi dari Thailand. Negerinya film ATM: Er Rak Error, Nammnya  A Crazy Little Thing Called Love dan cerita romantisnya Hello Stanger. Yap! Rahajeng Win Martani, alumni S.Kep tahun 2011 dapet beasiswa yang sungguh prestisius dari DIKTI (Direktorat Jenderal Pendidikan Tinggi), program Beasiswa Pascasarjana Program Luar Negri (BP-PLN). Let’s check out how she made it!

Ajeng di salah satu taman kampus.
Foto oleh Ajeng.
Tiga bulan setelah menyelesaikan profesi Ners-nya di tahun 2012, Ajeng berkesempatan berkarya di Universitas Pekalongan. Kemauan untuk melanjutkan kuliah di luar negeri memang sudah tertanam sejak berada di bangku kuliah dulu. Selalu saja ada kegiatan yang tertuju untuk mencapai tujuan ini. Meskipun itu hanya sekedar googling tentang beasiswa. Sampai pada satu waktu pencarian itu membuahkan hasil.

Pada tahun 2012, AIPNI bekerjasama dengan DIKTI mengadakan progam beasiswa bagi para dosen yang ingin studi ke Kasetsart University (Progam tersebut bisa diakses di: http://aipni-ainec.com/blog/2012/05/28/penerimaan-s2-di-prince-of-songkla-university-thailand/). Program ini diawali dengan proses wawancara untuk mendapatkan Letter of Acceptance  (LoA). Proses ini sama dengan yang dilalui oleh Umam (cerita dari M Khotibul umam). Dua minggu setelahnya cewe kelahiran 1989 ini mendapat pengumunan hasil wawancara tersebut dan berhasil  menjadi calon mahasiswa di Kasetsart University.

Nah… dari sinilah awal perjuangan yang sebenarnya dimulai, dari mendaftar online, mendapatkan username dan password, lalu mengisi form online untuk kelengkapan beasiswa. Terkadang ada kesulitan saat mengunggah berkas, jadi harus sabar untuk mencobanya lagi. Berkas tersebut diantaranya surat ijin belajar dari universitas asal, form pendaftaran beasiswa Dikti, form perjanjian penempatan, pas photo, sertifikat TOEFL atau IELTS, dan LoA (Letter of Acceptance) dari universitas tujuan. Hasilnya diumumkan 2 minggu kemudian dan ……..tarraaa… nama indah pemberian orangtua tercintanya tertera dalam daftar penerima BPPLN Dikti 2013.
Perjuangan terus berlanjut. Dengan kemauan yang kuat, alumni yang dulunya angkatan 2007 ini harus mengurus beberapa surat yang cukup rumit dan harus pintar mengatur waktu juga keuangan agar pekerjaan pokoknya sebagai Ners pendidik tetap mulus -semulus jalan cintanya. Surat-suratnya meliputi surat ijin dan perjanjian yang dikeluarkan oleh Kopertis setempat, surat ijin dan perjanjian kerja dari instansi asal, dan lain-lain.

Setelah berhasil memenuhi persyaratan administrasi tersebut, kak Ajeng lalu mengikuti lokakarya yang merupakan rangkaian acara Dikti sebelum keberangkatan calon penerima beasiswa. Yang selalu diingatnya dari acra lokakarya tersebut adalah kalimat dari pembicara yang: ‘Kalian lolos beasiswa itu adalah ketika kalian sudah duduk di dalam pesawat’. True! Karena setelah lokakarya Ajeng harus mengurus pembuatan surat pengantar dari sekretaris negara dan Guarantee Letter yang berisi pernyataan bahwa DIKTI akan menanggung segala biaya kuliah selama 2 tahun. Proses tersebut butuh ekstra perjuangan lagi. Ajeng harus bolak balik ke Dikti dan Setneg yang terletak di Jakarta dan jaraknya berjauhan satu sama lain. Belum lagi mengurus Visa keberangkatan. 

‘Rasanya plong semuanya sudah terlewati. Hanya sujud syukur yang bisa saya lakukan dan meminta doa restu yang tulus dari orang tua’, ungkapnya pada hari keberangkatan ke Thailand.
‘Dalam mendapatkannya membutuhkan proses berliku nan panjang yang membutuhkan ekstra tenaga, pikiran, kesabaran, dan tawakal’, ungkap mahasiswi program Master Nursing Science di Kasetsart University Bangkok ini.

Ajeng berpesan untuk teman-teman yang mau dapet beasiswa ke luar negeri agar segera meng-upgrade standar skor TOEFL atau IELTS sedini mungkin. Dia bahkan harus mengikuti tiga kali test TOEFL untuk mendapat skor yang memenuhi standar Dikti. Dari sini kita bisa melihat bahwa kemampuan berbahasa Inggris jadi kunci pembeda yang membuka kesempatan lebih luas.

Kita yang bermimpi besar harus berani berusaha besar pula buat ngeraihnya, sekali kita memulai sudah jadi langkah besar menuju keberhasilan. Tantangan-tantangan yang datang menghadang harus ditaklukkan dengan kerja keras, kerja cepat dan kerja cerdas. Pemenangnya adalah yang bertahan sampai akhir.  Belajar banyak nih dari perjuangan hebatnya Ajeng.

Nah gimana cara hidup di Thailand dan pengalaman Ajeng jalan-jalan dan kuliner di sana? Kita bakal dibahas di bagian 2.

Tunggu ya lanjutan ceritanya. *Admin mau bikin penasaran KAMPUS Lovers semua nih..hehehe

Oleh:

Editor

No comments:

Post a Comment